Lantunan azan yang ditambahkan ajakan jihad dengan beberapa jemaah membawa senjata tajam menuai polemik. Masyarakat diminta tetap tenang dan tidak terprovokasi.
Diketahui, wilayah Majalengka, Jawa Barat menjadi salah satu lokasi pengambilan video yang viral berdurasi 43 detik tersebut. Tampak tujuh orang mengacungkan senjata tajam sambil mendengarkan azan yang ditambahkan kata-kata ajakan jihad.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A. Chaniago mengatakan unsur Forkopimda, MUI Kabupaten Majalengka, Kemenag telah melakukan rapat koordinasi di Polres Majalengka.
“Dari hasil penyampaian tersebut menyatakan memang dalam syari’at islam itu tidak dibenarkan. Dan sekarang ini lagi, kita ketahui bersama bahwa para pelaku tersebut telah melakukan permintaan maaf,” ucap dia di Mapolda Jabar, Rabu (2/12).
Disinggung mengenai unsur pidana, Erdi menyebut semua ini masih didalami termasuk siapa atau kelompok mana yang menjadi dalang dari pembuatan video tersebut.
“Ini justru masih didalami oleh penyidik sana (polres Majalengka). Tetapi intinya Forkopimda mengklarifikasi kondisi yang telah viral, kemudian dari MUI setempat dan Kemenag setempat, menyatakan bahwa itu bukan syariat islam. (kelompok mana) Itu nanti di dalami,” kata dia.
Ia mengimbau masyarakat tetap tenang sekaligus dapat memilah informasi yang beredar. Percayakan penyelesaian permasalahan ini kepada pemerintah dan institusi terkait.
“Percayakan ke aparat untuk menanganinya. Kami akan selesaikan secepatnya untuk kehidupan berjalan tenang dan kondusif,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat Rachmat Syafei meminta jajaran kepolisian segera menyelesaikan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan video azan tersebut. Perbuatan ketujuh pelaku tersebut telah menimbulkan keresahan.
“Tetap itu pelecehan terhadap agama yang perlu diusut tuntas pelakunya dan ini membuat keresahan di masyarakat. Kami memohon kepada semua pihak, khususnya polisi, Kapolda Jabar, menangkap pelaku dan diproses hukum sesuai aturan yang berlaku,” ujar Syafe’i.
Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), H Jusuf Kalla angkat suara soal video azan dengan lafal ajakan jihad yang viral di media sosial. DMI menolak seruan jihad yang dilakukan sekelompok orang. Azan yang ditambahkan seruan berjihad adalah kekeliruan yang harus diluruskan.
Demikian ditegaskan Jusuf Kalla dalam rapat webinar dengan seluruh pengurus DMI se-Indonesia, dan lagi pemuda-remaja masjid, Selasa (1/12) dari Kantor DMI di Jakarta. Dalam rapat tersebut hadir Wakil Ketua Umum DMI, yang lagi mantan Wakapolri, H Syafruddin, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, KH Masdar Masudi, Wakil Sekjen MUI, KH Manan Abdul Ghani, Sekjen DMI, Imam Addaruquthni, dan Ketua Umum BKPRMI Stated Al Idrus.
“Azan hayya alal jihad itu keliru, harus diluruskan. DMI menyatakan secara resmi menolak hal-hal seperti itu. Masjid jangan dijadikan tempat untuk kegiatan yang menganjurkan pertentangan,” ujar Jusuf Kalla melalui keterangan tertulis yang diterima merdeka.com, Selasa (1/12).
Menurut Jusuf Kalla, pengertian jihad jangan dijadikan seruan untuk membunuh, membom, atau saling mematikan. Pembunuhan seperti kejadian di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, merupakan pelanggaran yang harus dihukum oleh negara.
Jusuf Kalla menjelaskan, makna jihad tidak selamanya bermakna negatif. Karena menuntut ilmu atau berdakwa lagi dapat diartikan berjihad. Sehingga kalau mau berjihad, dapat dilakukan dalam menuntut ilmu atau berdakwa.